Mengerikan! Ilmuwan Temukan “Zona Kematian” di Samudera Atlantik!
Sebuah tim ahli biologi kelautan Jerman dan Kanada, untuk pertama kalinya menyaksikan daerah yang bisa disebut sebagai ‘zona mati’ atau Dead Zone di Samudera Atlantik.
Dead Zone disini yaitu sebuah kawasan atau tempat dimana tak ada kehidupan yang dapat bertahan, karena nyaris tidak ada oksigen yang terlarut di dalam air laut.
Zona habisnya oksigen di alam ini sebelumnya pernah ditemukan di sepanjang wilayah pesisir lepas pantai bagian timur dan selatan Amerika Serikat dan juga di Laut Baltik. Namun ini adalah pertama kalinya tempat seperti itu berada tengah laut terbuka.
Dalam sebuah makalah yang diterbitkan dalam jurnal Biogeosciences, peneliti menguraikan adanya “kantong beroksigen rendah’ (low-oxygenated patches) dalam air laut di Samudera Atlantik.
Daerah itu luas, terkadang seluas 100 mil persegi dan zona itu melakukan perjalanan terus-menerus dan juga musiman. Salah satu yang terbesar telah ditemukan sebelumnya dan ada setiap tahun, berada di Teluk Meksiko.
Apa yang membuat wilayah ini lebar, adalah karena tercampur dan teraduknya nutrisi dan mikroba yang datang dari tempat lain secara besar-besaran.
Hal ini adalah proses siklus: nutrisi adalah makanan untuk berkembangnya ganggang atau alga yang pada gilirannya bisa dimakan oleh mikro-organisme.
Hal ini akan menciptakan limbah karena ketika mati, ganggang tersebut akan tenggelam ke dasar laut yang kemudian dimakan oleh mikroba lainnya.
Proses ini menggunakan banyak oksigen, oleh karenanya menciptakan sebuah kawasan yang bebas dari keberadaan oksigen.
Nutrisi yang hilang sini adalah alat transportasi. Tapi jika ada hewan atau ikan, hanya ada dua pilihan: bergerak dan hidup, atau tinggal dan mati. Biasanya hanya mikroorganisme laut tertentu saja yang mampu hidup di area tersebut.
Zona mati atau dead zone biasanya ditemukan di perairan dangkal, di mana tidak banyak pencampuran berlangsung. Sementara samudra Atlantik jelas sangat berbeda, yang menciptakan sebuah teka-teki.
Survei terbaru menunjukkan ada wilayah yang berada di Atlantik Utara, tepatnya barat Afrika, yang punya kandungan oksigen 20 kali lebih rendah dari dugaan semula.
Para peneliti menemukan bahwa dead zone ini menyamar sebagai ‘pusaran‘ atau dikenal dengan istilah ‘eddies’ yang pada dasarnya adalah siklon laut besar di samudera yang berputar menjadi pusaran atau vortex, yang mana fenomena ini tidak berbeda dengan bagaimana cuaca kadang-kadang dapat berbuat hal yang sama seperti terjadi di daratan.
Mereka dapat berputar tak terganggu selama berbulan-bulan. Putaran pusaran atau spinning vortex ini menciptakan ‘dinding’ disekitar inti pusatnya – sebuah proses yang dengan cepat dapat menguras oksigen dari wilayah itu, dan sebagai akibatnya, sebuah zona mati atau dead zone akhirnya tercipta.
Seorang penulis studi Johannes Karstensen dari University of Bremen mengatakannya dalam siaran pers di jurnal European Geosciences Union (EGU) mengatakan:
“Rotasi yang cepat dari pusaran membuatnya sangat sulit untuk terjadi perputaran oksigen untuk melewati batas antara zona putaran yang sedang terjadi dengan laut disekitarnya. Selain itu, sirkulasi menciptakan lapisan yang sangat tipis beberapa puluh meter di atas air yang berputar-putar dan mendukung pertumbuhan tanaman yang intens. “
Yang mengejutkan dia dan timnya adalah, bahwa tingkat penipisan oksigen yang ditemukan sebelumnya pada ‘zona mati’ adalah mematikan: sebelum studi, perkiraan umum menempatkan oksigen yang terlarut hanya sekitar 1 mililiter per liter air laut.
Karstensen dan timnya meskipun telah menemukan ujung bawah dari spektrum di Atlantik itupun, hanya berisi 0,3 mililiter kadar oksigen per liter air laut. Sementara, konsentrasi oksigen di luar pusaran mencapai 100 kali lebih besar.
Secara ekonomi, adanya zona kematian bisa merugikan. Di Laut Baltik misalnya, tangkapan ikan berkurang akibat adanya zona kematian ini.
Semua intensitas fenomena ini tergantung pada kecepatan pusaran, konsentrasi bahan kimia, pola cuaca dan rotasi bumi.
Para peneliti khawatir walau berada di tengah samudera Atlantik, keberadaan ‘Zona Mati’ atau Dead Zone ini bahkan bisa memiliki efek pada manusia yang hidup di darat, terutama di Cape Verde.
“Mengingat bahwa walau beberapa ‘Zona Mati’ yang kita amati tersebar kurang dari 100 kilometer di utara dari kepulauan Cape Verde, namun tidak mungkin bahwa ‘zona mati’ di laut terbuka hanya akan melanda pulau di beberapa titik,” jelas Kartsensen.
“Hal ini dapat menyebabkan pantai akan dibanjiri oleh air yang sangat rendah kadar oksigen, yang dapat menjadikan tekanan berat pada ekosistem pesisir dan bahkan dapat menjadi pemicu matinya ikan dan kehidupan laut atau ekosistim lainnya. “
Ketika mati, alga akan tenggelam ke dasar laut dan akan diuraikan oleh bakteri. Dalam penguraian itu, bakteri membutuhkan oksigen. Area dengan jumlah alga banyak biasanya akan menjadi “Dead Zone” atau Zona Kematian. (sumber: RT)
No comments: