Ancaman dari Munculnya Ras Manusia Super yang Akan Menguasai Dunia
Menyebut istilah ‘manusia super’ mungkin mengingatkan kita pada sosok-sosok superhero yang biasa kita tonton dalam film. Dalam film-film tersebut, kita menyaksikan para superhero yang memiliki kemampuan luar biasa itu menjadi pahlawan penyelamat bumi dan sesama.
Bagaimana kalau manusia super semacam itu benar-benar ada di dunia nyata? Mungkin tidak masalah, jika mereka juga menggunakan kekuatan supernya untuk hal-hal baik. Tapi bagaimana jika sebaliknya? Itulah yang dikhawatirkan oleh ilmuwan Stephen Hawking.
Sebelum mengembuskan napas terakhir beberapa bulan lalu, fisikawan ternama Stephen Hawking menulis makalah terakhir. Hawking memperingatkan kehadiran ras "manusia super" hasil rekayasa genetika, yang dapat menghancurkan umat manusia.
Hawking yang berpulang pada usia 76 tahun, memiliki keterbatasan fisik. Otaknya yang masih berfungsi dengan baik melahirkan sejumlah pemikiran, dituangkan dalam jurnal-jurnal ilmiah.
Dalam makalah terakhirnya, laki-laki berkebangsaan Inggris ini membuat ramalan tentang manusia super. Ramalan tersebut termuat dalam koleksi akhir artikel dan esainya yang akan diterbitkan.
"Begitu manusia super muncul, akan ada masalah politik yang signifikan dengan manusia biasa, yang tidak akan mampu bersaing," tulis Hawking. "Kiranya, mereka akan mati, atau menjadi tidak berguna kehadirannya.”
“Sebaliknya, akan ada ras makhluk perancang diri yang meningkatkan kemampuan diri pada laju yang terus berkembang," kata ilmuwan penderita penyakit motor neuron, yang membuatnya nyaris lumpuh total sepanjang sebagian hidupnya.
Menurut The Sunday Times, Hawking telah menyebabkan kegemparan dengan berkata ras manusia super tercipta dari orang-orang kaya yang memilih untuk mengedit DNA mereka.
“Tidak ada waktu untuk menunggu evolusi Darwin guna membuat kita lebih cerdas dan lebih baik secara alami. Tetapi kita sekarang memasuki fase baru dari apa yang disebut evolusi yang dirancang sendiri, saat kita akan dapat mengubah dan memperbaiki DNA. Sekarang kita telah memetakan DNA, artinya kita telah membaca ‘buku kehidupan’, sehingga bisa mulai mengoreksinya."
Hawking mengatakan, pada awalnya perubahan akan terbatas pada perbaikan cacat genetik, seperti cystic fibrosis dan distrofi otot, yang dikendalikan oleh gen tunggal, dan dengan demikian cukup mudah untuk diidentifikasi dan diperbaiki.
“Bidang lain, seperti kecerdasan, mungkin dikendalikan oleh sejumlah besar gen, dan akan jauh lebih sulit untuk menemukannya dan mencari hubungan di antaranya.”
Bagaimana kalau manusia super semacam itu benar-benar ada di dunia nyata? Mungkin tidak masalah, jika mereka juga menggunakan kekuatan supernya untuk hal-hal baik. Tapi bagaimana jika sebaliknya? Itulah yang dikhawatirkan oleh ilmuwan Stephen Hawking.
Sebelum mengembuskan napas terakhir beberapa bulan lalu, fisikawan ternama Stephen Hawking menulis makalah terakhir. Hawking memperingatkan kehadiran ras "manusia super" hasil rekayasa genetika, yang dapat menghancurkan umat manusia.
Hawking yang berpulang pada usia 76 tahun, memiliki keterbatasan fisik. Otaknya yang masih berfungsi dengan baik melahirkan sejumlah pemikiran, dituangkan dalam jurnal-jurnal ilmiah.
Dalam makalah terakhirnya, laki-laki berkebangsaan Inggris ini membuat ramalan tentang manusia super. Ramalan tersebut termuat dalam koleksi akhir artikel dan esainya yang akan diterbitkan.
"Begitu manusia super muncul, akan ada masalah politik yang signifikan dengan manusia biasa, yang tidak akan mampu bersaing," tulis Hawking. "Kiranya, mereka akan mati, atau menjadi tidak berguna kehadirannya.”
“Sebaliknya, akan ada ras makhluk perancang diri yang meningkatkan kemampuan diri pada laju yang terus berkembang," kata ilmuwan penderita penyakit motor neuron, yang membuatnya nyaris lumpuh total sepanjang sebagian hidupnya.
Menurut The Sunday Times, Hawking telah menyebabkan kegemparan dengan berkata ras manusia super tercipta dari orang-orang kaya yang memilih untuk mengedit DNA mereka.
“Tidak ada waktu untuk menunggu evolusi Darwin guna membuat kita lebih cerdas dan lebih baik secara alami. Tetapi kita sekarang memasuki fase baru dari apa yang disebut evolusi yang dirancang sendiri, saat kita akan dapat mengubah dan memperbaiki DNA. Sekarang kita telah memetakan DNA, artinya kita telah membaca ‘buku kehidupan’, sehingga bisa mulai mengoreksinya."
Hawking mengatakan, pada awalnya perubahan akan terbatas pada perbaikan cacat genetik, seperti cystic fibrosis dan distrofi otot, yang dikendalikan oleh gen tunggal, dan dengan demikian cukup mudah untuk diidentifikasi dan diperbaiki.
“Bidang lain, seperti kecerdasan, mungkin dikendalikan oleh sejumlah besar gen, dan akan jauh lebih sulit untuk menemukannya dan mencari hubungan di antaranya.”
Dia meramalkan, bahkan jika undang-undang diloloskan untuk mencegah kegiatan rekayasa genetika yang dianggap berpotensi buruk ini, akan selalu ada orang yang siap melanggar peraturan pemicu kebangkitan ras manusia super.
“Namun demikian, saya yakin sepanjang abad ini orang akan menemukan cara memodifikasi kecerdasan dan naluri seperti agresi. Hukum mungkin akan meloloskan aktivitas rekayasa genetika manusia. Tetapi sejumlah orang tidak akan bisa menahan godaan untuk meningkatkan karakteristik manusia, seperti ukuran memori, ketahanan terhadap penyakit, dan lamanya hidup.”
Teori Hawking mengacu pada teknik seperti Crispr-Cas9, sistem pengeditan DNA yang memungkinkan para ilmuwan memodifikasi gen berbahaya atau menambah gen baru. Teknik tersebut baru diciptakan enam tahun yang lalu, tapi sudah digunakan di seluruh dunia.
Rumah sakit Great Ormond Street untuk anak-anak di London, Inggris, telah berhasil menggunakan penyuntingan gen untuk mengobati anak-anak dengan jenis leukemia yang tidak dapat disembuhkan.
“Yang ditakutkan adalah mereka dapat menggunakan teknik-teknik ini untuk menciptakan, sejumlah cara memodifikasi manusia secara genetik. Seperti perancangan bayi di mana orang tua memilih ciri-ciri bayi mereka, membuat mereka lebih tinggi, lebih kuat, lebih pintar, dan lainnya,” tulis NPR dalam laporan tahun 2016 tentang seorang ilmuwan Swedia yang menggunakan teknik untuk menyunting embrio manusia.
Ini bukan kali pertama Hawking memperingatkan umat manusia tentang potensi masa depan suram. Dia adalah salah satu tokoh yang menyuarakan perdebatan tentang implikasi kecerdasan buatan (AI).
Hawking menjelaskan, dia takut logika mesin yang dingin dan penuh perhitungan dapat mengarahkannya untuk mengambil alih tanggung jawab demi kebaikan manusia sendiri. "Pengembangan kecerdasan buatan secara penuh bisa menentukan akhir peradaban umat manusia," tukasnya mengingatkan, pada tahun 2014.
Meski begitu, Hawking tidak menyangkal kegunaan positif AI. Contohnya, Ia memanfaatkan AI guna membantu menerjemahkan pikirannya ke dalam kata-kata.
Namun kegunaan itu merupakan ancaman yang paling signifikan, katanya. Dalam persaingan yang semakin meningkat untuk menghasilkan kecerdasan buatan yang lebih baik, lebih cepat, dan lebih mandiri dibandingkan dengan pesaing, manusia juga sebenarnya berpotensi menciptakan monster.
Ketakutan Hawking kembali tergantung pada manusia di belakang teknologi kecerdasan buatan.
Sebab, AI tidak lebih dari program komputer. Cukup cerdas untuk menyelesaikan tugas-tugas yang biasanya butuh analisis kualitas manusia.
AI bukan makhluk "hidup" seperti kita. Mereka tidak punya kreativitas, emosi atau keinginan, selain dari yang diprogramkan ke dalamnya, atau yang mereka deteksi dari lingkungan.
Tujuan umum dan alasan keberadaan AI pada akhirnya ditentukan oleh manusia pembuatnya. AI, seperti semua program komputer, pada akhirnya dikendalikan oleh manusia.
Namun, memang tak tertutup kemungkinan, AI dirancang dengan niat jahat. Misal dimanfaatkan sebagai senjata. Jika demikian, bukan sains yang salah, tetapi manusianya.
“Namun demikian, saya yakin sepanjang abad ini orang akan menemukan cara memodifikasi kecerdasan dan naluri seperti agresi. Hukum mungkin akan meloloskan aktivitas rekayasa genetika manusia. Tetapi sejumlah orang tidak akan bisa menahan godaan untuk meningkatkan karakteristik manusia, seperti ukuran memori, ketahanan terhadap penyakit, dan lamanya hidup.”
Teori Hawking mengacu pada teknik seperti Crispr-Cas9, sistem pengeditan DNA yang memungkinkan para ilmuwan memodifikasi gen berbahaya atau menambah gen baru. Teknik tersebut baru diciptakan enam tahun yang lalu, tapi sudah digunakan di seluruh dunia.
Rumah sakit Great Ormond Street untuk anak-anak di London, Inggris, telah berhasil menggunakan penyuntingan gen untuk mengobati anak-anak dengan jenis leukemia yang tidak dapat disembuhkan.
“Yang ditakutkan adalah mereka dapat menggunakan teknik-teknik ini untuk menciptakan, sejumlah cara memodifikasi manusia secara genetik. Seperti perancangan bayi di mana orang tua memilih ciri-ciri bayi mereka, membuat mereka lebih tinggi, lebih kuat, lebih pintar, dan lainnya,” tulis NPR dalam laporan tahun 2016 tentang seorang ilmuwan Swedia yang menggunakan teknik untuk menyunting embrio manusia.
Ini bukan kali pertama Hawking memperingatkan umat manusia tentang potensi masa depan suram. Dia adalah salah satu tokoh yang menyuarakan perdebatan tentang implikasi kecerdasan buatan (AI).
Hawking menjelaskan, dia takut logika mesin yang dingin dan penuh perhitungan dapat mengarahkannya untuk mengambil alih tanggung jawab demi kebaikan manusia sendiri. "Pengembangan kecerdasan buatan secara penuh bisa menentukan akhir peradaban umat manusia," tukasnya mengingatkan, pada tahun 2014.
Meski begitu, Hawking tidak menyangkal kegunaan positif AI. Contohnya, Ia memanfaatkan AI guna membantu menerjemahkan pikirannya ke dalam kata-kata.
Namun kegunaan itu merupakan ancaman yang paling signifikan, katanya. Dalam persaingan yang semakin meningkat untuk menghasilkan kecerdasan buatan yang lebih baik, lebih cepat, dan lebih mandiri dibandingkan dengan pesaing, manusia juga sebenarnya berpotensi menciptakan monster.
Ketakutan Hawking kembali tergantung pada manusia di belakang teknologi kecerdasan buatan.
Sebab, AI tidak lebih dari program komputer. Cukup cerdas untuk menyelesaikan tugas-tugas yang biasanya butuh analisis kualitas manusia.
AI bukan makhluk "hidup" seperti kita. Mereka tidak punya kreativitas, emosi atau keinginan, selain dari yang diprogramkan ke dalamnya, atau yang mereka deteksi dari lingkungan.
Tujuan umum dan alasan keberadaan AI pada akhirnya ditentukan oleh manusia pembuatnya. AI, seperti semua program komputer, pada akhirnya dikendalikan oleh manusia.
Namun, memang tak tertutup kemungkinan, AI dirancang dengan niat jahat. Misal dimanfaatkan sebagai senjata. Jika demikian, bukan sains yang salah, tetapi manusianya.
No comments: