Ads Top


Selama 3000 tahun Kekaisaran besar bangsa Het (Hittite) hilang dalam sejarah. Bahkan tidak ada mitos atau legenda yang mengisaratkan bhw Kekaisaran Het pernah ada, namun 3000 tahun yang lalu bangsa Het membangun sebuah Kekaisaran yang menyaingi dan melawan Kekaisaran Mesir yang perkasa. Kerajaan Het dirancang untuk bertahan selamanya tapi kemudian tiba-tiba secara misterius lenyap dari catatan sejarah...

Pada tahun 1834, seorang penjelajah Prancis bernama Charles Texier melakukan pencarian di Anatolia tengah, Turki, untuk sebuah kota celtic yang hilang yang disebut Tavium dan menemukan reruntuhan sebuah kota besar dengan sebuah gerbang yang dilengkapi 2 patung singa, yang tidak dikenalnya dan bagi dia saat itu ini sebuah misteri yang membingungkan. Mungkin karena penemuannya berada di bagian terpencil Anatolia, di mana tidak ada peradaban penting yang dia ketahui bisa berdiri disana.


Sekitar saat itu, penggalian arkeologis di Timur Tengah menemukan fragmen tablet tanah liat dengan huruf paku yang mengisyaratkan sebuah kerajaan kuno yang hilang. Pada tahun 1887, penggalian di Tell El-Amarna di Mesir menemukan korespondensi diplomatik Firaun Amenhotep III dan putranya Akhenaton dengan "tanah Hatti" yang tidak diketahui para arkeolog saat itu. Hal ini menyebabkan sebuah spekulasi yang mulai beredar dikalangan para arkeolog, memicu perdebatan tentang kemungkinan adanya kekaisaran kuno yang mungkin berdiri di Timur Tengah.

Awalnya para sejarawan dunia kuno telah mengetahui bahwa ada tiga kerajaan besar, Mesir, Asyuria dan Babilonia, karena ketiga kerajaan tersebut telah meninggalkan bukti-bukti arkeologis yang menakjubkan dalam bentuk kota-kota besar, artefak, harta karun dan situs-situs pemakaman seperti Piramida. Kemudian ada penemuan sebuah tablet tanah liat dari koloni Asyur di Kültepe (Karum Kanesh kuno) berisi catatan perdagangan antara pedagang Asiria dan "tanah Hatti", menyebabkan lebih banyak spekulasi tentang kerajaan keempat, tetapi jika memang ada mengapa tidak ada bukti arkeologi yang mendukung?


Penggalian Arkeologis di Aleppo dan Hamat di Suriah Utara menemukan tablet tanah liat yang bertuliskan hieroglif dalam bahasa yang tidak diketahui. Naskah di sebuah monumen di Boğazköy tertulis "Orang-orang Hattusas", yang ditemukan oleh William Wright pada tahun 1884, cocok dengan naskah hieroglif yang aneh ini.


Pada tahun 1905 Hugo Winckler, profesor bahasa Oriental di Universitas Berlin, adalah salah satu dari mereka yang percaya bahwa bahasa hieroglif yang tidak diketahui tersebut membuktikan adanya peradaban besar keempat dan oleh karenanya juga kemungkinan adanya Kekaisaran Kuno yang keempat. Winckler bisa membaca beberapa bahasa kuno termasuk Babilonia dan Asyur namun dia tidak memiliki kaitan untuk membantunya menguraikan bahasa heiroglyph yang tidak diketahui tersebut. Winckler meminta rekan-rekannya di seluruh dunia untuk memberi tahu dia jika mereka menemukan contoh lain tentang bahasa Timur Tengah kuno yang tidak diketahui dengan harapan dia bisa menemukan "Batu Rosetta" yang akan membantunya menerjemahkan hieroglif aneh tersebut.

Penemuan Hattusa

Theodore Makridi, kurator Museum Ottoman di Istanbul, membawakan Winckler sebuah tablet tanah liat dgn tulisan paku yang tidak dapat dia terjemahkan dan demikian juga Winckler. Plotnya menebal saat terungkap bahwa tablet itu telah digali di pegunungan tinggi yang terpencil di Central Anatolia, area yang tidak ramah yang tidak memiliki peradaban kuno yang diketahui. Kemudian Winckler dan Makridi pergi ke alam liar Anatolia untuk menyelidiki sumber tablet tersebut. Saat Winckler melakukan perjalanan jauh ke padang liar terpencil di Anatolia tersebut, dia menatap ragu bahwa kerajaan besar keempat bisa ada di tempat yang terpencil.


Dan kemudian, di antah berantah, mereka menemukan reruntuhan gerbang besar yang dihiasi dua patung singa raksasa yang ditemukan Texier. Gaya patung berbeda dari seni lain yang pernah mereka lihat. Ukuran pintu gerbang tersebut juga masif dan kualitas keahliannya patut dicontoh. Reruntuhan sebuah tembok kota kuno membentang di kedua sisi pintu gerbang menuju ke kejauhan. Ketebalan dinding menunjukkan bahwa itu adalah tembok kota besar yang hanya bisa dibangun oleh peradaban besar. Di sebelah dalam pintu gerbang terletak reruntuhan sebuah kota besar yang terbentang di depan mereka sejauh bermil-mil. Kota besar di pegunungan Anatolia begitu terpencil sehingga benar-benar hilang dalam sejarah.

Winckler dan Makridi memulai serangkaian penggalian di antara reruntuhan untuk mencari petunjuk yang bisa menjelaskan siapa yang tinggal di sana dan apakah mereka terhubung dengan Kekaisaran keempat yang hilang. Beberapa tablet tanah liat dalam bahasa paku yang tidak terbaca ditemukan saat penggalian, tetapi karena tidak dapat diterjemahkan, tablet-tablet tidak memberikan petunjuk. Pada tahun 1906 Winckler menemukan sebuah tablet yang akhirnya bisa dia terjemahkan. Tulisan paku Babilonia dengan bahasa diplomatik dari dunia kuno dan tablet tersebut terbaca,


"Perjanjian yang dibuat oleh Ramses Raja Agung Mesir dengan Hattusili, Raja Agung, Raja Hatti, untuk membangun kedamaian dan persaudaraan yang erat di antara mereka selamanya".

Hanya Raja-raja Kekaisaran Besar Mesir, Asyur dan Babilonia yang disebut sebagai "Raja-Raja Besar" namun di sini dalam perjanjian damai ini disebutkan Raja Besar (keempat), Raja Hattusili dari Hatti. Perjanjian damai bertanggal 1259 SM dan membuktikan bahwa Kekaisaran keempat misterius yang hilang telah ditemukan.

Perlu waktu 100 tahun untuk mengungkap kisah bangsa Het dan menguraikan bahasa yang tampaknya tak dapat diterjemahkan dalam hieroglif dan paku.

Arkeolog bertanya-tanya mengapa bangsa Het dari Hattusa membangun ibu kota mereka di tempat yang tidak terjangkau dan terpencil di pegunungan Anatolia Tengah yang tandus. Lokasi Hattusa sama sekali tidak pantas untuk ibu kota Kekaisaran. Biasanya semua ibu kota kuno dibangun di persimpangan jalur utama dan jalur perdagangan sehingga mudah terhubungkan ke seluruh dunia yang diketahui. Namun Hattusa jauh dari rute perdagangan utama atau sungai dan lebih dari 250 mil jauhnya dari laut terdekat.


Ketika para arkeolog mulai menemukan lebih banyak kota Het yang juga berada di lokasi yang sama sekali tidak terjangkau, menjadi jelas bahwa keterpencilan lokasi tampaknya sesuai dengan ambisi bangsa Het yang tidak diketahui. Kota Hattusa direncanakan dengan cermat dengan tembok benteng besar untuk menahan serangan apapun dari luar. Orang-orang Het memasukkan lansekap yang tidak ramah ke dalam bangunan strategi defensif mereka di sepanjang puncak tebing dan melintasi jurang.

 Hattusa dikelilingi oleh dinding setebal 8 meter yang membentang lebih dari 4 mil di sekitar kota. Pondasi dinding diperkuat sehingga bisa mendukung benteng setinggi 8 meter dengan menara setinggi 13 meter yang dibangun setiap 12 meter. Di dalam kota, sebuah tembok yang lebih tebal dibangun di atas tebing-tebing tinggi yang terdapat 8 terowongan tersembunyi, tempat tentara Het dapat muncul tiba-tiba dan menyerang penyerang. Di jantung kota di atas bukit berdiri sebuah istana untuk para raja.

Ini memiliki pertahanan masif sendiri dan hanya dapat diakses oleh jalur pusat yang tidak sembarangan orang bisa melaluinya. Dari sudut pandang ini, Raja-raja Hattusa dapat melihat-lihat kota mereka yang merupakan salah satu keajaiban dunia kuno.

No comments:

Powered by Blogger.